Sabtu, 04 Mei 2013

Surat anak untuk mamah dan bapak

Untuk Mamah dan Bapak,

Dua Insan yang selalu ada di hati,

Yang tak pernah lepas dari pikiran,

Menjadi cambuk panas saat diri ini khilaf,

Menjadi pengiring kebanggaan membayang,

Menjadi obat penenang saat diri ini dilanda kegamangan,

dan menjadi pendobrak batas dari segala kekurangan.



Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Mamah dan Bapak-ku yang semoga Allah selalu memberi perlindungan kepada kalian. Ini hanya sebuah surat Mah, Pak. Sebuah surat yang  sebenarnya telah dari dulu tercatat pasti dalam hati, yang sebenarnya Mamah dan Bapak pun mungkin sudah mengetahuinya, atau sekedar mengharapkannya. Mamah, Bapak, karna itu saat ingin menulis surat ini, anakmu ini merasa ragu, ingin rasanya lebih baik ku utarakan langsung saja saat ngobrol santai bersama Mamah dan Bapak. Namun rasanya, lidah ini tak kan sanggup bergerak untuk menyampaikan semuanya. Yaa, semoga saja, walau surat ini tak pernah ku kirimkan kepada Mamah dan Bapak, semoga Allah mendengarkan curahan hati seorang anak ini, semoga saja Allah memberikan jalan kepada setiap niatan baik yang tertulis dalam surat ini, mengarahkan dan membimbingku hingga niatan itu tak hanya berupa niatan saja, tapi dapat terlaksana. Dan semoga saja surat ini diberkahi dan memiliki daya dan kekuatan Doa hingga ini akan menjadi perantara antara kita, anakmu ini, dan Mamah serta Bapak, juga keluarga yang lain.

Mamah, Bapak, aku pun masih bingung harus memulai dari mana surat ini, yang rasanya akan panjang dan berlembar-lembar andai ku tulis dalam selembar kertas. Aku masih ingat dengan kisah waktu ku kecil dulu. Anak mu ini adalah anak yang sangat cengeng yang tak bisa kalian tinggalkan. Sebentar saja Mamah, Bapak meninggalkanku, maka pasti anakmu ini akan merepotkan setiap orang terdekat karena kerasnya tangisan anakmu ini, hingga salah satu di antara kalian mendekatiku, menampakkan wajah, dan memeluk memenenangkanku. Mamah, Bapak, mungkin Mamah, Bapak bertanya. Kenapa anakmu yang dulu cengeng ini malah membuat Mamah, Bapak menangis saat mengantarkan ku berangkat kuliah di Pekalongan pada tanggal 26 Agustus 2012 lalu? Aku juga ingat Mah, Pak, 3 waktu saat aku ingin sekolah SD, SMP, dan SMA. Saat aku meminta di sekolahkan di sekolah favorit yang letaknya jauh dari rumah, dengan lemah lembut Bapak, Mamah meminta ku untuk sekolah di tempat yang dekat saja. Aku merasakan kekhawatiran Mamah dan Bapak, baik dalam keamananku, keunggulanku, juga dalam kesanggupan kalian dalam memenuhi kebutuhanku akan uang jika aku bersekolah di sekolah favorit. Mamah, Bapak aku benar benar masih ingat kata-kata kalian, “Sekolah di sekolah yang dekat saja Mba. Mamah dan Bapak akan penuhi apa yang kamu minta, kalau memang ada syarat agar Kamu mau sekolah di tempat yang dekat saja". Aku tetap egois ingin sekolah di sekolah favorit alhamdulillah keinginan aku tercapai SD di SDN MKK 2 Tegal ,SMP di SMP N 7 Tegal tetapi setelah SMA aku gak bisa sekolah di tempat favorit karna nilai ujian ku sangat sedikit saat itu juga aku sangat menyesal ,aku jadi males belajar ,liar dan tidak terlalu memikirkan yang namanya sekolah. Lalu masalah pun datang di kehidupan ku yang membuat ku terpukul. Beberapa bulan kemudian badai pun berlalu ,aku mulai kehidupan ku dari NOL, yang mempunyai cita-cita ,mempunyai semangat baru. Maafin Rani ya Mah Pak udah bikin kalian kecewa, bikin nangis ,suatu saat nanti Rani bakal bikin kalian bahagia.

Masih inget bgt Mah Pak waktu Rani sujud minta maaf di kaki Mamah, mamah pesen "Inilah pelajaran buat kamu mba, ambil hikmah dari semua ini. Mamah udah maafin, mamah slalu ada buat kamu, mamah ikhlas kalau mamah harus malu bagaimana pun juga kamu anak mamah yang bakal mamah lindungi, tunjukan mba kalau kamu bisa jadi orang yang bisa di banggakan" ketika aku sujud di kaki Bapak ,Bapak pun berpesan "Ambil hikmah dari semua ini, kesalahan adalah khilaf. Ya Bapak maafin, yang kuat ,sabar ,Bapak pengin liat kamu jadi orang sukses ,belajar dari kesalahan. Alloh sudah menegur mu artinya Alloh ingin kamu berubah menjadi lebih baik"  Aku menangis Mah, Pak kalau ingat saat-saat itu.

Mah Pak terima kasih kalian sampai sekarang pun masih nemenin Rani, masih mau maafin Rani padahal Rani udah bikin kesalahan yang besar. 

Sekarang, anakmu ini sedang jauh tapi bukan meninggalkan mu Mamah, Bapak. Anak mu ini sedang melakukan perjalanan yang sebenarnya titik akhirnya dekat dengan mu Mamah Bapak. Jarak sedang memisahkan kita Mah, Pak. Tapi semoga hati ini selalu terpaut di dalam jalinan keluarga yang tak kan pernah terputus. Sungguh, fikirannku ini lebih sering memikirkan keadaan Mamah dan Bapak. Tanggung jawab besar menjadi seorang anak yang telah menghabiskan banyak keringat dan air mata dari mu Mamah, Bapak. Suatu hal yang merat pula menjadi seorang kakak dari seorang perempuan yang selalu melihat kakanya untuk berbuat sesuatu, meniru, mencontoh, dan meneladani.

Mamah, Bapak, sering orang bertanya, setelah kuliah aku akan melanjutkan kemana. Kebanyakan dari mereka bilang, “Kalau bisa jangan kembali ke rumah, mau jadi apa kamu kalau sudah jauh-jauh kuliah, eh.. malah pulang.! Cari aja kerja di situ, cari uang yang banyak, biar orang tuamu bangga.” Bagiku Mah, Pak, kalimat itu hanya pendapat yang harus didengar tapi tak ada kewajiban untuk melaksanakannya. Masih terbayang wajah Mamah dan Bapak saat kita sedang berbincang-bincang dan mendengar pendapat itu dari salah seorang tetangga kita. Wajah yang benar-banar tak ikhlas anaknya pergi lebih lama dan lebih jauh lagi. Mata Mamah dan Bapak waktu itu menyiratkan kesedihan yang mengharuskan Mamah dan Bapak diam dan mendengar saja. Mamah, Bapak, tenanglah. Tak ada niatan dalam hati ini untuk meninggalkan Mamah dan Bapak lebih jauh dari ini. Anakmu ini tetap Nurani yang dulu. Seorang anak yang cengeng, yang tak bisa jauh dari Mamah, Bapak, yang punya keinginan untuk terus bersama kalian sampai ajal menjemputku suatu saat nanti.

Mamah, Bapak. Aku bangga menjadi anakmu. Anak seorang pasangan sederhana ,selalu hidup sederhana dan selalu penuh dengan ajaran-ajaran tentang kehidupan yang mapan. Aku bangga menjadi anakmu Mah. Sosok mamah yang penuh dengan ketelitian, kelemah lembutan, dan rasa

Mamah, Bapak, sekarang anak mu ini dikenal dengan sebutan “aktivis”. Entah apa arti kata itu Mah, Pak. Jangan tanyakan padaku. Aku pun tak lebih memahaminya di banding sebuah kamus yang sudah tercetak lama. Memang Mah, Pak, aku sekarang punya beberapa kegiatan yang haus aku lakukan di setiap hari yang aku lalui. Memang Mah, Pak, semuanya aku tulis di dalam beberapa buku dan lembar kertas untuk mengingatkan aku apa saja yang harus aku lakukan. Bukankah anakmu ini memang pelupa Mah? Bukankan anakmu ini sering kali lalai Pak? Dulu masih ada Mamah dan Bapak yang selalu mengingatkanku untuk makan, belajar, ibadah, bahkan kegiatan lain. Mamah dan Bapak rasanya lebih tau dari pada diriku sendiri. Sekarang kita sedang tak bersama, aku butuh cara lain untuk mengagendakan semuanya Mah, Pak. Meski itu sama sekali tak bisa menggantikan Mamah dan Bapak.  Tapi, aku senang setiap di telfon selalu menanyakan ku, “Kamu sudah makan mba? Sudah belajar? Sudah sholat? Gimana kegiatan hari ini?”. Selalu di ingatkan melalui via sms "jangan lupa makan ,sholat ,belajar ya mba" setiap hari dan setiap waktu (meskipun terkadang aku yang tidak membalas sms nya karna disibukan dengan tugas). Itu menyenangkan dan menenangkan Mah. Perhatianmu meluluhkan kecapeaan dan keletihan hari-hari seorang “aktivis peradaban”.

Mah Pak, aku harap Mamah dan Bapak tidak sedang mempertanyakan dimana rumahku kelak akan ku bangun. Bukankah dulu kita sudah pernah membicarakannya? Bukankah dulu kita sudah saling menjanjikan. “Mah, seandainya Mamah punya uang berlebih, beli tanah di belakang rumah kita ini ya Mah. Kalau tidak ada kesempatan untuk itu, Mamah dan Bapak tenang saja. Biarkan aku yang membelinya sendiri. Yang penting sampai hari itu tiba, pastikan tanah di belakang rumah kita ini tak terjual kepada siapa pun.” Disanalah Mah Pak, aku akan membangun rumahku. Aku tak ingin berada lebih jauh lagi Mah. Aku tak ingin hanya setengah dari umur Mamah dan Bapak yang dihabiskan untukku. Aku ingin, seumur hidup kita bisa menghabiskan waktu bersama. Aku ingin di saat-saat terakhir hidupku, ada didekat Mamah dan Bapak. Dan rasanya itu pula yang Mamah dan Bapak inginkan. Iya kan Mah? Iya kan Pak? Sekarang Mah Pak, aku sudah membuat denah bagaimana dan dimana rumahku akan di bangun di tanah itu. Aku sudah merencanakannya Mah. Aku sudah mempersiapkannya Pak. Bukan hanya tanah di belakang rumah kita. Beberapa tanah yang lain di sekitarnya akan aku beli. Akan aku berdayakan tanah itu menjadi BPS tempat aku praktek ,akan ku pasang plang Nama ku disitu. Itulah rencana anakmu ini. Dirumah kita itu kita akan selalu bersama. Adek yang sekarang katanya ingin jadi dokter kejarlah cita-cita mu dek, kalau bisa juga ndak jauh dari situ kerjanya. Biar kita satu keluarga lengkap. Pasti menyenangkan. Aku ingin kebermanfaatan yang aku kejar bisa menjadi amal jariyah yang tertuju kepada Mamah dan Bapak kelak.

Mah Pak, semoga ikatan batin kita selalu terjaga sampai ajal memisahkannya. Sampai waktu itu tiba, aku akan terus berusaha menyenangkan hati Bapak dan Mamah. Di sini anakmu ini sedang berjuang Mah Pak. Doakanlah anakmu ini selalu. Walau pun tanpa aku minta pastinya Mamah dan Bapak akan melakukannya. Mamah, Bapak hati ini benar-benar memahami betapa Mamah dan Bapak mengkhawatirkan aku. Setiap di telfon, pasti tak lupa Mamah dan Bapak menanyakannya. Saat yang mengangkat telfonku adalah mamah, pasti mamah menanyakan sudah makankah aku, bagaimana kabarku, dll sebagainya, saat telfonku beralih tangan ke Bapak, bapak pun mengulangi pertanyaan pertanyaan itu, padahal aku tahu, sejak pertama Mamah mengangkat telfonku, Bapak sudah ada di samping Mamah dan mendengar betapa baiknya kabar anakmu ini. Iya kan Mah? Aku mendengar langkah kaki Bapak saat telfonku baru diangkat. Betapa khawatirnya Mamah dan Bapak. Ya aku mungin tak bisa benar-benar memahaminya, tapi aku bisa mengerti Mah, Pak. Ketahuilah bahwa anakmu ini disetiap saat yang sama juga mengalami penyiksaan kekhawatiran hati itu. Aku pun sama Mah, Pak. Sangat mengkawatirkan keadaan Mamah dan Bapak di sana. Semua orang yang selalu mendukungku dari jauh di sana, aku begitu mengkhawatirkan semuanya. Karena itu pula lah aku pun selalu bertanya keadaan tiap tiap semuanya. Terutama Mamah dan Bapak, adek, kakek dan nenek juga. Mamah Bapak, sedih rasanya ketika aku merasakan ada hal yang Mamah dan Bapak tutupi saat aku bertanya kabar. Aku merasakannya, saat getaran suara Mamah sedang melemah, saat itulah Mamah sedang sakit. Saat jawaban Bapak tak selancar biasanya, saat itulah Bapak sedang tak sesehat biasanya. Tapi betapa sedihnya Mah Pak, di saat seperti Mamah dan Bapak masih berusaha membahagiakanku, “Mamah dan Bapak baik-baik saja Mba. Sehat wal afiat.” Lantangmu. Dan aku pun hanya bisa menjawab,”Baguslah kalau begitu Mah, Pak. Aku pun sama, Sehat dan Baik.” Aku berharap semoga jawaban itu bisa menenangkan dan membawa kesehatan serta kekuatan kepada Mamah dan Bapak.

Mamah dan Bapak yang terlanjur banyak menghabiskan waktu dan tenanga untukku. Pastinya, sampai kapan pun, aku tak bisa membalas semua kebaikan mu yang mungkin Mamah dan Bapak sendiri tak sadar telah melimpahkan begitu banyak kepadaku. Mah, Pak, suatu saat nanti kita akan melaksanakan Ibadah Haji bersama-sama. Menikmati saat paling dekat dengan Allah. Semoga Allah merestuinya. Mah Pak, suatu saat kita akan melihat Ayu adek ku akan menjadi orang sukses, lebih sukses dari aku tentunya. Aku akan berusaha untuk itu Mah. Semoga Allah memberikan jalan-Nya.

Jika aku tuliskan semua curahan pikiranku, rasanya tak bisa aku tak sanggup menyuruh dan memerintahkan jari-jari ini untuk terus bergerak mengetikkan huruf-huruf luapan hati. Dan aku sadar betapa pun aku ungkapkan semuanya, pasti apa yang ada dalam hati Mamah dan Bapak jauh lebih banyak dan lebih berarti dari itu. Biarlah Mah, Pak. Aku menceritakan persaanku dengan bentuk lain. Dengan usaha tiada henti sampai di titik akhir nanti, saat kita sekeluarga akan bersama kembali.

Tunggu aku kembali Mah, Pak. Terimakasih atas segala yang telah Mamah dan Bapak upayakan untukku. Aku tidak akan menyia-nyiakannya Mah Pak. Segala hasil dari semua usaha ini akan menjawab semuanya. Teruslah kasih aku motivasi dan nasehat ya Mah Pak aku masih membutuhkan itu.

Semoga Allah merestui semua ini Mah, Pak. Semoga keberkahan selalu mengiringi jalan cinta ini, jalan cinta seorang anak kepada kedua orangtuanya ,berbakti kepada kedua orang tuanya. Saat aku kembali nanti, izinkan aku bersimpuh kepada Mamah dan Bapak, meminta maaf. 

Semoga Allah selalu memperhatikan Mamah dan Bapak, menyayangi dan mengasihi Mamah dan Bapak, sebagaimana telah Mamah dan Bapak berikan sepenuhnya saat aku masih kecil. Aamiin.

Salam hormat dan penuh kasih dariku Mah, Pak.




Pekalongan, 29 April 2013
 
Nurani Rizki Amalia 
Anakmu